Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana dalam angka 3 (tiga) dengan tegas menyatakan bahwa peninjauan kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya 1 (satu) kali. Menimbang, bahwa untuk terwujudnya kepastian hukum permohonan Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung memberikan petunjuk sebagai berikut: 1. Bahwa, pengaturan upaya hukum Peninjauan Kembali, selain diatur dalam ketentuan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, juga diatur dalam beberapa Undang - Undang, yaitu : • Undang - Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat (2) berbunyi : Terhadap putusan Peninjauan Kembali tidak dapat dilakukanPeninjauanKembali; • Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang - Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang - Undang Nomor 3 Tahun 2009 Pasal 66 ayat (1), berbunyi : Permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali; 2. Bahwa dengan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat pasal 268 ayat (3) Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 34/PUU-XI/2013 tanggal 6 Maret 2014, tidak serta merta menghapus norma hukum yang mengatur permohonan peninjauan 3. 4. 5. kembali yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Pasal 66 ayat,(l) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3Tahun 2009 tersebut; Berdasarkan hal tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan peninjauan kembali dalam perkara pidana dibatasi hanya 1(satu) kali; Permohonan Peninjauan Kembali yang diajukan lebih dari 1 (satu) kali terbatas pada alasan yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pengajuan Peninjauan Kembali yaitu apabila ada suatu objek perkara terdapat 2 (dua) atau lebih putusan peninjauan kembali yang bertentangan satu dengan yang Iain baik dalam perkara perdata maupun perkara pidana; Permohonan Peninjauan Kembali yang tidak sesuai dengan ketentuan tersebut di atas agar dengan penetapan Ketua Pengadilan tingkat pertama permohonan tersebut tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak perlu dikirim ke Hafaman 2 dari 3 Penetapan Nomor02/Picl.PK/2015/PN.Smn