ep u b hk am Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia R memerintah dan yang diperintah. Keempat, setiap warga negara hanya menyerahkan sebagian dari hak asasinya kepada negara sepanjang diperlukan ng oleh negara untuk mengatur masyarakat demi kepentingan sebagian besar masyarakat. Kelima, kejahatan merupakan pelanggaran terhadap perjanjian sosial. Keenam, hukuman hanya dibenarkan sepanjang untuk memelihara gu perjanjian sosial. Ketujuh, setiap orang dipandang sama di depan hukum. Aliran klasik ini lahir sebagai reaksi terhadap ancien regime yang abritrair A pada abad ke - 18 di Perancis yang banyak menimbulkan ketidakpastian hukum, ketidaksamaan dalam hukum dan ketidakadilan. Aliran ini menghendaki ah hukum pidana yang tersusun sistematis dan menitikberatkan pada kepastian ub lik hukum. Tujuan hukum pidana pada saat itu hanyalah untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenang-wenangan penguasa. Dalam sistem am pemidanaan, aliran klasik pada prinsipnya hanya menganut single track system, yakni sistem sanksi tunggal berupa jenis sanksi pidana. Sistem pemidanaan ep pada aliran klasik melahirkan teori absolute. Menurut teori ini pembalasan ah k adalah legitimasi pemidanaan. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan In do ne si R kepentingan hukum yang telah dilindungi. Mengenai hal ini Vos berkomentar, "Teori absolut, terutama bermunculan pada akhir abad ke-1-8, mencari dasar A gu ng hukum pemidanaan terhadap kejahatan: kejahatan itu sendiri dilihat sebagai dasar dipidananya pelaku. Sedangkan menurut Sudarto, aliran klasik tentang pidana bersifat retributif dan represif terhadap tindak pidana. Aliran ini berpaham indeterminisme mengenai kebebasan kehendak manusia yang menekankan kepada perbuatan pelaku kejahatan sehingga dikehendaki hukum pidana perbuatan dan bukan pada pelakunya (daad - strafrecht). lik asas legalitas yang menyatakan bahwa tidak ada pidana tanpa undang-undang, tidak ada perbuatan pidana tanpa undang-undang dan tidak ada penuntutan ub tanpa undang-undang. Kedua, Asas kesalahan yang berisi bahwa orang hanya dapat dipidana untuk tindak pidana yang dilakukannya dengan sengaja atau kesalahan. Ketiga atau yang terakhir adalah asas pembalasan yang sekuler yang berisi bahwa pidana secara konkrit tidak dikenakan dengan maksud untuk ep ka m ah Aliran klasik dalam hukum pidana ini berpijak pada tiga tiang. Pertama, mencapai sesuatu hasil yang bermanfaat, melainkan setimpal dengan berat Terkait dengan dasar pijakan yang ketiga perihal asas pembalasan yang salah seorang tokoh aliran ng sekuler, Jeremy Bentham sebagai klasik on Hal. 36 dari 47 hal. Put. Nomor 96 PK/Pid/2016 In d A gu mengemukakan bahwa selain pembalasan, sifat-sifat penting dari pemidanaan es R ringannya perbuatan yang dilakukan. ik Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) h ah M In do ne si a putusan.mahkamahagung.go.id Halaman 36