Menimbang, bahwa dari aspek kejiwaan/psikologis Terdakwa ternyata dengan diadili dan dijadikan Terdakwa dalam perkara ini maka dapat dikatakan sebagai sebuah sejarah perjalanan kelam bagi kehidupan Terdakwa sebagaimana teori "tsbularasa" dari John Locke dan sekaligus puia akan menimbulkan stigma bagi kehidupan Terdakwa dalam masyarakat padahal Terdakwa haruslah menjadi sebuah panutan bagi keluarga dan masyarakat pada umumnya serta selain itu dari aspek kejiwaan/psikologis Terdakwa ternyata sepanjang pengamatan dan penglihatan majelis Terdakwa tidaklah menderita gangguan kejiwaan seperti gejala sosiopatik atau depresi mental hal mana tersirat selama persidangan dalam hal Terdakwa menjawab setiap pertanyaan Majelis, begitu pula dari aspek phisik ternyata Terdakwa tidak ada menderita sesuatu penyakit sehingga secara yuridis Terdakwa dapat dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang telah dilakukannya; Menimbang, bahwa dari aspek edukatif dan aspek agamis/religius dimana Terdakwa tinggal dan dibesarkan dimana Terdakwa berpendidikan hanya sampai sekolah dasar (SD), harusnya lingkungan Terdakwa tinggal dan dibesarkan tidak membentuk pribadi, mental dan moral Terdakwa melakukan ^ l a k u serta perbuatan negatif dan bertentangan dengan hukum positif >hjy^™\berl^ di masyarakat Indonesia; MlS IEi' bahwa dari aspek figur Terdakwa dan "trial by press" dimana dei(i^^n Terdakwa diadili dan menjalani proses persidangan maka balk secara maupun tidak langsung akan merubah pandangan masyarakat hadap Terdakwa beserta keluarganya dan juga dengan adanya pemberitaan dari mass media terhadap kasus yang menimpa dan dijalani oleh Terdakwa dengan menyebut utuh nama Terdakwa tanpa berupa inisial aspek ini mehurut Majelis Hakim merupakan salah satu hukuman moral tersendiri bagi Terdakwa beserta keluarganya sebagai salah satu bentuk "trial by press"] Melnimbang, bahwa ditinjau dari aspek pollcy/filsafat pemidanaan guna melahirkaVi keadilan dan mencegah adanya disparitas dalam hal pemidanaan (sentencing of disparity) yang dianut sistem hukum Indonesia maka pada cfasamya pidana dijatuhkan semata-mata bukan bersifat pembalasan sebagaimana diintrodusir teori Retributif akan! tetapi pidana dijatuhkan hendaknya juga berorientasi kepada aspek dan dimensi Rehabilitasi atau pemulihan dan kegunaan bagi diri si pelaku tindak pidana sebagaimana hakekat teori Rehabilitasi, teori Detterence dan Doel Theorie. konkretnya pidana harus dijatuhkan dalam kerangka sesuai teori retributif, teori rehabilitasi, teori > ; ' K '' detterence dan doel theorie sebagaimana dalam ilmu hukum pidana modern Halaman 45 dari 49.Putusan Nomor 92/Pi(iSus/20l5/PNLSK. (Narkotika)