ep u b hk am Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia putusan.mahkamahagung.go.id R menggunakan kesaksian dari Terdakwa lainnya sebagai dasar dari putusan, proses tersebut mengandung kelemahan yaitu sering mengakibatkan terjadinya ng keterangan palsu dari saksi (yang juga merupakan Terdakwa) atau keterangan yang saling memberatkan dan/atau meringankan antar sesama Terdakwa ; gu 5 Judex Juris telah khilaf atau melakukan kekeliruan yang nyata karena tidak mempertimbangkan filosofi pemidanaan di Indonesia yaitu hukuman pidana A sebagai sebuah proses rehabilitasi dan reintegrasi bagi narapidana dimana Pemohon Peninjauan Kembali telah menjalankan proses rehabilitasi dan reintegrasi dengan baik. ub lik ah Bahwa alasan-alasan tersebut diatas menunjukkan adanya kekhilafan hakim atau adanya kekeliruan yang nyata dalam pertimbangan hukum putusan yang dijatuhkan kepada am Pemohon Peninjauan Kembali. Oleh karena itu alasan-alasan tersebut telah memenuhi ketentuan Pasal 263 ayat (2) huruf c Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa suatu permohonan Peninjauan Kembali dapat suatu kekeliaruan yang nyata. ep ah k diajukan apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau R Menimbang, bahwa atas alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung berpendapat : In do ne si Bahwa alasan-alasan Pemohon Peninjauan Kembali/Terpidana tersebut tidak dapat dibenarkan dengan pertimbangan sebagai berikut : A gu ng Bahwa setelah mencermati putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 626/ PID.B/2005/PN.DPS jo. Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 22/PID.B/2006/ PT.DPS jo. Putusan Mahkamah Agung No. 1693 K/PID/2006 atas nama Terdakwa Myuran Sukumaran alias Mark, Majelis Peninjauan Kembali berpendapat bahwa dalam putusan tersebut tidak ada kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata ; Bahwa walaupun dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik lik paling mendasar yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan dalam TAP MPR No. XVII/MPR/1998 menyatakan bahwa hak asasi meliputi hak untuk hidup dan ub berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik pada bagian III Pasal 6 ayat (1) menyatakan setiap manusia berhak atas hak untuk hidup yang melekat pada dirinya, hak ini wajib dilindungi oleh hukum, tidak seorang pun dapat dirampas hak hidupnya secara ep ka m ah Indonesia Tahun 1945 menyatakan hak untuk hidup adalah hak asasi manusia yang sewenang-wenang, akan tetapi dalam ayat (2) menyatakan bahwa di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman mati hanya dapat dijatuhkan es R terhadap kejahatan-kejahatan yang paling serius sesuai dengan hukum yang berlaku In d A gu 40 on ng pada saat dilakukannya kejahatan tersebut ; ik Disclaimer Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. N Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui : Email : [email protected] Telp : 021-384 3348 (ext.318) h ah M In do ne si a 4 Judex Juris telah khilaf atau melakukan kekeliruan yang nyata karena Halaman 40